22.2.06

another artwork



kalo yang ini sih ceritanya agak kebetulan. Karena kebagian bikin publikasi Pinasthika 2004, dan kebetulan namanya ganti dari Pinasthika Widyawara jadi Pinasthika AdFest!, sekalian aja bikin brand even-nya. Kebetulan dipakai lagi di tahun berikutnya.
Bikinnya cukup kilat, dari beberapa orang bikin alternatif lumayan banyak, akhirnya kepilih yang ini.

17.2.06

...nice dezign!



Meski nggak se-elegan dan timeless saudara tuanya, T610 (yang hilang itu), K700i juga cukup representatif, untuk kelas K7xx yang memang kelas tertinggi saat itu. Dari sisi fitur, selain tanpa slot memori eksternal, kayaknya memang terbaik di jamannya. Kurang lebih untuk saat ini ya sang adek nan sempurna, K750i.

telkom - sony ericsson

Ini bukan tentang telekomunikasi dan teknologinya, tapi ini soal logo keduanya. Seperti biasa.

Salah satu prinsip yang harus diperhatikan dalam merancang sebuah logo diantaranya "logo harus mudah diaplikasikan di berbagai media".

(Logo Telkom)
Logo telkom hadir cukup berani dengan keluar dari paritas logo BUMN waktu itu. Dengan bulatan "global-nya" dengan warna gradasi biru cukup menarik perhatian. Namun pertanyaan saya waktu itu, "emang aplikasinya gak susah?". Memang sih ada panduan aplikasi logo (manual logo/ logo guideline)yang dapat dijadikan dalam re-produksi logo dalam berbagai keperluan (kebetulan pernah menangani project-nya, dan dapet juga manualnya). Tetapi sebagai BUMN yang "menguasai hajat hidup orang banyak" tentu saja kebutuhan akan logo tersebut sangat tinggi. Sebut saja fenomena merebaknya wartel. Sekarang satu RT, beda gang saja bisa ada beberapa Warnet yang notabene harus menggunakan jasa Telkom, dan harus mencantumkan logo Telkom di setiap papan namanya. Bisa ditebak, akibatnya karena kebutuhannya yang begitu besar, tidak sebanding dengan usaha untuk menjaga konsistensinya, banyak pihak (pemilik warnet) mereproduksi logo tersebut dengan cara mereka sendiri. Karena tingkat akurasi (terutama masalah gradasi) yang tinggi diperlukan untuk mereproduksi Logo tersebut, hasilnya pun bisa ditebak. Tengok saja warnet di sekitar kita. Perhatikan Gradasi dan Typografinya.

(Logo Sony Ericsson)
yang satu ini, adalah produsen perangkat komunikasi mobile - telepon seluler - tingkat dunia, yang merupakan hasil merger 2 perusahaan yang punya nama di masing-masing bidangnya. Logonya cukup unik, dengan efek 3 dimensinya, terkesan futuristik, dan tetap memorable. Aplikasinya tentu jauh lebih sulit daripada logo telkom.
Namun apabila diperhatikan, saya belum menjumpai logo Sony Ericsson yang tidak konsisten, apalagi bikin terkesan sendiri (kalaupun ada saya rasa jarang sekali).
Mengapa bisa seperti itu? Karena saya yakin telah diperhitungkan dengan cermat oleh si pembuat logo. Dia tahu persis untuk apa kepentingan logo itu termasuk kemungkinan aplikasinya. Paling kita menjumpai logo itu selain di Print Ad dan TV Com, billboard, signage, dan yang utama produk. Semuanya itu di (re)produksi dengan teknik yang memungkinkan untuk menampilkan logo secara utuh dan konsisten. Di Produknya misalnya, logo dengan canggihnya dibuat dengan bentuk yang sebenarnya, memberikan kesan tersendiri bagi pemakainya.

Yang saya pelajari dari kasus ini adalah bahwa prinsip bahwa logo harus mudah diaplikasikan ke berbagai media, tidak serta merta logo itu harus simpel, tidak ada efek visual macam gradasi, atau yang lebih sulit. Tapi juga harus diperhatikan di media apa saja yang mungin menjadi aplikasi logo tersebut. Kalau semua media tersebut masih mungkin untuk diaplikasikan, saya rasa sah-sah saja untuk membuat logo serumit apapun.

... my first.



Ini ceritanya karya pertama yang dapat award. Kliennya Masdha FM, kebetulan ini kerjaan 'lumayan' serius pertama, waktu masih awal-awal di sini eksekusi grafisnya beberapa dibantuin dody.

14.2.06

brand nu spirit




Akhirnya, dengan segala perjuangan dan usaha, logo baru diluncurkan.
Semoga 3 tahun ada di dalamnya cukup untuk mengerti, memahami dan mengambil soul-nya, sehingga yang tertuang adalah spirit juga inspirasi.

Bicara tentang logo, memang erat kaitannya dengan apa yang namanya spirit, sugesti, keyakinan sang pemilik. Kenapa saya katakan demikian, ada beberapa kasus riil yang pernah saya hadapi dalam kaitannya dengan merancang sebuah logo. Ini beberapa diantaranya.
(1)
Ada seorang pemilik brand sebuah produk, logo dibikin sejak merintis usaha tersebut, hingga berkembang sampai sekarang. Mengantisipasi dan mengakomodasi perkembangan yang lebih progresif, beberapa orang - manajeman, memutuskan untuk mengganti logo, paling enggak revitalisasi logo, mumpung belum besar, mungkin kurang lebih itu dasarnya. Tapi setelah proses berjalan sekian lama, akhirnya saat harus ke owner, akhirnya mentah. Dia memutuskan untuk tidak mengganti logo, dengan alasan kurang lebih begini : logo ini saya yang bikin, karena logo inilah, brand kita maju seperti ini, kalo diganti nanti malah jadi gak laku.
(Boleh saja sih, dia yang punya, kalo emang spiritnya seperti itu, tapi itu justru menuntup kemungkinan-kemungkinan, termasuk diantaranya kemungkinan untuk maju lebih pesat)
(2)
Ada sebuah brand baru, telah menetapkan logo melalui mekanisme lomba. Pemenang sudah ditentukan, dan logo sudah diaplikasikan. Dalam perjalanannya, memang banyak hambatan. Akhirnya dikonsultasikan ke pakar feng shui, dan dibilang logonya gak hoki. Karena percaya, maka dengan mudahnya logo diganti.
(Brand besar, logonya dipilih hanya lewat lomba? bisa ya bisa tidak. Bisa jadi lewat mekanisme lomba memang didapatkan logo yang dari segala aspek telah terpenuhi. Bisa tidak, karena aspek terpenting, soul brand/ corporate itu tidak semudah itu didalami, tidak hanya dari brief lomba yang sangat terbatas.)
(3)
Ada brand baru, mekanismenya lewat lomba juga (tapi kali ini, mungkin lebih tepat di sebut pitching). Dari banyak peserta di screenng jadi 4, lalu 2. Setelah terpilih satu agency, masih dilakukan proses pendalaman yang lebih comprehensif. Jadi logo yang dianggap pemenang belum final. Tapi karena pemilik agak kurang peduli dengan logonya, (karena kebetulan produk mereka sudah punya konsumen sendiri, nama besar holdingnya sangat berpengaruh, bahkan belum ada logonya pun sudah laku..), justru mendorong agency untuk memberikan sesuatu yang lebih, dengan tetap berdasar pada kaidah yang ada.
(4)
Ada sebuah brand baru, bikin logo, karena kebetulan perusahaan personal, sangat tergantung pada selera pemilik. bahkan dia sudah punya sket, jadi desainer tinggal benahin, kasih warna dll. Desainer secara moral merasa bertanggung jawab untuk menyampaikan apa yang dia anggap lebih baik, tapi percuma saja. Bahkan kacamata feng shuipun tak mempan. Tapi karena didasari dengan kepercayaan pemilik pada logonya, perusahaannya tetep aja berkembang (dengan logo seadanya).
(5)
Ada perusahaan dalam menentukan logonya tidak menggunakan agency tetapi melalui internal competition. Mungkin itu salah satu cara terbaik untuk mendapatkan sebuah insight. Karena yang lebih tahu, lebih paham tentang suatu perusahaan, ya orang-orang dalam perusahaan itu sendiri.
(tapi untuk hasil maksimal, ide dari dalam itu bisa ditindak lanjuti dengan menunjuk desainer logo. Kecuali perusahaan itu perusahaan desain logo?)

Ya begitulah, logo- brand/corporate identity, sangat banyak variabel dan parameternya. Gampang-gampang susah, susah-susah gampang. Prosesnya, bikinnya apalagi jualannya. Tapi asik kok. Landor aja bisa. Sebenernya apa yang dia bikin, kita juga bisa. Secara teknis. Selebihnya, bisa dipelajari. Lain kali pengen ngomongin, soal logo designing and power of brand.

...(3)



Aku suka yang ini. Bukan sekedar narsis sih. Prosesnya kali ya? panjang, melelahkan, tapi puas juga...

4.2.06

what's on Feb 04

1. Meeting program kerja, di galuh (kaliurang, bukan di bali), lumayan juga, refreshing.
2. Pengen beli HP (abis t610nya ilang sih... *sedih, inget penantian dan perjuangannya)
3. Earth Wind & Fire manggung di JEC (tapi kayaknya gak bisa nonton deh..)
4. Dapet jaket baru dari istri, (duit gaji juga sih...)
5. SIM- abis hari ini (pengen cari polisi yang lagi operasi SIM)
6. I'm 30 ;)